Beberapa tahun terakhir perekonomian dunia mengalami krisis. Hal ini disebabkan antara lain karena Bank sentral Amerika (The Fed) mengeluarkan kebijakan pembatasan uang beredar. Hal ini tidak hanya berdampak pada perekonomian Amerika tetapi juga berdampak pada perekonomian dunia.
Di negara-negara berkembang yang rentan mengalami krisis ekonomi, perekonomian yang semula mulai membaik, kembali mengalami penurunan. Barang-barang produksi yang harus diimpor oleh negara-negara berkembang mengalami kenaikan harga. Naiknya harga-harga barang menjadi salah satu indikator terjadinya inflasi.
Inflasi merupakan salah satu dampak dari terjadinya krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda suatu negara. Inflasi adalah suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga harga secara tajam (absolute) yang berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara (Tajul Kahalwaty, 2000 : 5).
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi inflasi adalah dengan menekan uang beredar baik dalam arti sempit (M1) maupun arti luas (M2) atau likuiditas perekonomian. Efek dari kebijakan ini, bank-bank swasta maupun bank-bank pemerintah berlomba-lomba menaikkan suku bunga. Bunga yang diberikan oleh bank-bank pada masyarakat merupakan daya tarik yang utama bagi masyarakat untuk melakukan penyimpanan uangnya di bank, sedangkan bagi bank, semakin besar dana masyarakat yang bisa dihimpun, akan meningkatkan kemampuan bank untuk membiayai operasional aktivanya yang sebagian besar berupa pemberian kredit pada masyarakat. Untuk itu pemerintah melakukan kebijakan moneter dengan menekan jumlah uang beredar melalui peningkatan suku bunga bank.
Bagaimana sejarah perkembangan, faktor-faktor, peran bank sentral, dan pengaruh suku bunga di Indonesia?
2.1.1. Sejarah perkembangan suku bunga di Indonesia pada tahun 1992-2013:
Tahun
|
Suku Bunga
(%)
|
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
|
14.46
8.26
11.2
15.21
14.4
19.74
41.24
12.52
12.05
16.59
12.84
6.61
6.17
11.84
8.71
8.00
9.25
6.50
6.60
6.00
5.75
7.25
|
Pada tahun 1992, suku bunga Bank Indonesia sebesar 14,46 persen dan pada tahun 1993 menurun menjadi 8,26 persen sehingga para investor sangat terbantu dengan penurunan suku bunga ini. Pada tahun-tahun berikutnya suku bunga mengalami fluktuasi karena keadaan perekonomian Indonesia yang tidak stabil.
Pada tahun 1998, suku bunga Bank Indonesia meningkat drastis menjadi sebesar 41,24 persen sehingga para investor mengurangi investasinya. Hal ini disebabkan terjadinya krisis moneter yang dihadapi Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, sehingga mata uang dalam negeri mengalami depresiasi terhadap mata uang asing yaitu USD. Dan pada tahun-tahun berikutnya suku bunga mengalami kenaikan dan penurunan yang diakibatkan oleh gejolak-gejolak yang dihadapi dalam negeri maupun luar negeri. Pada tahun 2008 perekonomian Indonesia mendapatkan ujian yang cukup besar lagi, karena terjadinya krisis ekonomi global yang melanda Amerika Serikat, sehingga berdampak kepada negara-negara sedang berkembang seperti di Indonesia. Dengan terjadinya krisis finansial di Amerika Serikat berdampak kepada anjloknya nilai sekuritas yang ada di pasar modal dan banyak perusahaan besar yang ada di pasar modal mengalami kebangkrutan dan menyebabkan banyaknya terjadi PHK bagi para tenaga kerja sehingga meningkatnya angka pengangguran. Pada tahun 2009 sampai dengan 2012 suku bunga di Indonesia cenderung mengalami penurunan. Sedangkan pada bulan September 2013 suku bunga di Indonesia mulai mengalami kenaikan kembali. Hal ini disebabkan karena adanya krisis yang melanda di Indonesia. Tingkat inflasi di Indonesia pada tahun 2013 juga cenderung tinggi dan nilai tukar tukar rupiah terhadap dollar juga menurun. Inflasi yang tinggi mendorong pemerintah untuk menaikkan suku bunga untuk menstabilkan jumlah uang yang beredar di masyarakat.
2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi suku bunga di Indonesia:
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah:Kebutuhan dana, apabila bank kekurangan dana sementara permohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar kebutuhan dana tersebut cepat terpenuhi dengan meningkatkan suku bunga simpanan.
a. Persaingan, dalam memperebutkan daa simpanan, maka disamping faktor promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memperhatikan pesaing.
b. Kebijakan pemerintah, dalam arti baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman kita, tidak boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
c. Jangka waktu, semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka akan semakin tinggi tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko di masa mendatang. Serta faktor-faktor yang lain.
d. Target keuntungan yang diharapkan.
e. Reputasi perusahaan.
f. Kualitas jaminan.
g. Daya saing produk.
2.1.3. Peran Bank Sentral dalam Penetapan Suku Bunga di Indonesia
Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan itu Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI Rate sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi yang stabil atau sesuai dengan harapan. Namun jalur atau transmisi dari keputusan BI rate sampai dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu (time lag).
Mekanisme bekerjanya perubahan BI Rate sampai mempengaruhi inflasi tersebut sering disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter. Mekanisme ini menggambarkan tindakan Bank Indonesia melalui perubahan-perubahan instrumen moneter dan target operasionalnya mempengaruhi berbagai variable ekonomi dan keuangan sebelum akhirnya berpengaruh ke tujuan akhir inflasi. Mekanisme tersebut terjadi melalui interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta sektor riil. Perubahan BI Rate mempengaruhi inflasi melalui berbagai jalur, diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi.
Pada jalur suku bunga, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank Indonesia dapat menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk mendorong aktifitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan suku bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi. Ini semua akan meningkatkan aktifitas konsumsi dan investasi sehingga aktifitas perekonomian semakin bergairah. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank Indonesia merespon dengan menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengerem aktifitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi.
Gambar 1.2.1.1 Gambar mekanisme transmisi kebijakan moneter
Sumber:
www.bi.go.id
Perubahan suku bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai tukar. Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar. Kenaikan BI Rate, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan modal ke dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi ekspor. Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian.
Perubahan suku bunga BI Rate mempengaruhi perekonomian makro melalui perubahan harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti saham dan obligasi sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya mengurangi kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan investasi.
Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga mempengaruhi ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi). Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan mendorong aktifitas ekonomi dan pada akhirnya inflasi mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini bekerja memerlukan waktu (time lag). Time lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lain. Jalur nilai tukar biasanya bekerja lebih cepat karena dampak perubahan suku bunga kepada nilai tukar bekerja sangat cepat. Kondisi sektor keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh pada kecepatan transmisi kebijakan moneter. Apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi, respon perbankan terhadap penurunan suku bunga BI rate biasanya sangat lambat. Juga, apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk memperbaiki permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya permintaan kredit belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi permintaan, penurunan suku bunga kredit perbankan juga belum tentu direspon oleh meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian sedang lesu. Kesimpulannya, kondisi sektor keuangan, perbankan, dan kondisi sektor riil sangat berperan dalam menentukan efektif atau tidaknya proses transmisi kebijakan moneter.
2.1.4. Pengaruh Suku Bunga pada Perekonomian Indonesia
Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberi keuntungan kepada para pengusaha. Para pengusaha akan melaksanakan investasi yang mereka rencanakan hanya apabila tingkat pengembalian modal yang mereka peroleh melebihi tingkat bunga. Dengan demikian besarnya investasi dalam suatu jangka waktu tertentu adalah sama dengan nilai dari seluruh investasi yang tingkat pengembalian modalnya adalah lebih besar atau sama dengan tingkat bunga.
Apabila tingkat bunga menjadi lebih rendah, lebih banyak usaha yang mempunyai tingkat pengembalian modal yang lebih tinggi daripada tingkat suku bunga. Semakin rendah tingkat bunga yang harus dibayar para pengusaha, semakin banyak usaha yang dapat dilakukan para pengusaha. Semakin rendah tingkat bunga semakin banyak investasi yang dilakukan para pengusaha.
No comments:
Post a Comment